BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keterbatasan lapangan pekerjaan yang tersedia di Indonesia pada
khususnya di daerah kota Jakarta sangat cukup tinggi dari tahun ke
tahun, sehingga berpotensi untuk tidak dapat tertampungnya lulusan
program pendidikan di lapangan kerja setiap tahun selalu meninggakat
tidak pernah mengalami penurunan. Dan pada akhirnya masyarakat akan
kehilangan kepercayaan secara signifikan terhadap eksistensi lembaga
pendidikan jika masalah pengangguran masih terusseperti ini di tahun
yang akan datang.
Lapangan pekerjaan merupakan indikator penting tingkat kesejahteraan
masyarakat dan sekaligus menjadi indikator keberhasilan penyelenggaraan
"pendidikan" dalam mengurangi angka kemiskinan yang ada. Seiring
berjalannya waktu Maka merembaknya isyu pengangguran terdidik menjadi
sinyal yang cukup mengganggu bagi perencana pendidikan di negara-negara
berkembang pada umumnya di Indonesia khususnya di daerah kota Jakarta.
Sementara dampak sosial dari jenis pengangguran ini relatif lebih besar
dan banyak efek negative dari hal ini salah satunya tinggkat
kriminalitas tiap daerah juga ikut bertambah karena dorongan ekonomi.
Mengingat kompleksnya masalah ini, maka upaya pemecahannya pun tidak
sebatas pada kebijakan sektor pendidikan saja, namun merembet pada
masalah lain secara multi dimensional. Fenomena pengangguran sering
menyebabkan timbulnya masalah sosial lainnya sperti yang sudah
diterangkan di atas. Di samping tentu saja akan menciptakan angka
produktivitas sosial yang rendah, yang akan menurunkan tingkat
pendapatan masyarakat nantinya.
Pengangguran merupakan masalah serius yang dihadapi dalam pembangunan
sumber daya manusia yang tengah dilakukan saat ini. Krisis ekonomi yang
kini dihadapi ternyata telah memporakporandakan tatanan kehidupan
bangsa. Data yang diperoleh saya dari Bappenas menunjukkan pada tahun
1998 penduduk miskin telah mencapai 80 juta orang, yang berarti
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya 22,4 juta orang
saja. Selanjutnya data BPS pun mencatat angka pengangguran pada tahun
1999 sebesar 6,37 juta orang. Yang kemudian di akhir 1999, jumlah
pengangguran semakin membengkak, yakni mencapai 14 juta orang dan tenaga
kerja setangah menganggur mencapai 35 juta orang itu adalah sebagian
contoh prentase penganguran yang ada di Indonesia secara umum pada tahun
98 sampai dengan 99.
Rumusan Masalah
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah
lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga
kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu
juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja.
Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan
hubungan kerja, yang disebabkan antara lain; perusahaan yang
menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan
yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan
dalam proses ekspor impor, dan lain-lain. Menurut data BPS angka
pengangguran pada tahun 2002, sebesar 9,13 juta penganggur terbuka,
sekitar 450 ribu diantaranya adalah yang berpendidikan tinggi. Bila
dilihat dari usia penganggur sebagian besar (5.78 juta) adalah pada usia
muda (15-24 tahun). Selain itu terdapat sebanyak 2,7 juta penganggur
merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (hopeless). Situasi seperti ini
akan sangat berbahaya dan mengancam stabilitas nasional.Masalah lainnya
adalah jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari jam
kerja normal 35 jam per minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta
orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja pada jabatan yang
lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang mengakibatkan
produktivitas rendah. Dengan demikian masalah pengangguran terbuka dan
setengah penganggur berjumlah 38 juta orang yang harus segera
dituntaskan.
Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian Adapun tujuan penelitian adalah untuk mendiskripsikan dan menganalisis tentang :
A. Tingkat kemiskinan di kota Jakarta
B. Perkembangan tingkat kemiskinan di kota Jakarta
2.Kegunaan Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua kegunaan yakni sebagai berikut
Bersifat Teoritis
Bagi mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan tentang tingiinya angka pengangguran
Diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan bagi mahasiswa dan pemerhati masalah sosial khususnya tentang penggauran
BAB II
KAJIAN MATERI
A.Definisi Pengangguran
Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 60
tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. enurut
Teori Klasik (1729-1790), pengangguran itu bersifat sukarela, karena
tidak sesuainya tingkat upah dengan aspirasi pekerja. Bertambahnya
jumlah pengangguran dalam masyarakat terjadi karena orang menunggu pada
masa transisi dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain. Teori ini
menyebutkan bahwa untuk mengurangi pengangguran tidak diperlukan campur
tangan pemerintah karena pengangguran yang terjadi sifatnya sukarela.
Selain itu unit-unit pelaku ekonomi percaya bahwa upah dan tingkat harga
yang fleksibel dapat menyesuaikan diri secara otomatis untuk mencapai
titik keseimbangan dalam perekonomian.
B.Tingkat Pengangguran
Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dar
prosentase membagi jumlah pengangguran dengan jumlah angkaran kerja.
RUMUS
Tingkat Pengangguran = Jml Yang Nganggur / Jml Angkatan Kerja x 100%
C. Jenis & Macam Pengangguran
1.Pengangguran Friksional
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya hanya
sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi
geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerjaan yang
menjadi pihak penyedia.
2. Pengangguran Struktural
Pengangguran struktural adalah keadaan di mana penganggur yang mencari
lapangan pekerjaan tetapi tidak mampu memenuhi persyaratan yang
ditentukan pembuka lapangan kerja. Karena Semakin maju suatu
perekonomian suatu daerah terlebih di kota besar maka akan meningkatkan
pula kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang
lebih baik dari sebelum-sebelumnya.
3. Pengangguran Musiman
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi
kegiaan ekonomi jangka pendek atau perubahan keadaan suatu Negara secara
tiba-tiba yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti
petani yang menanti musim tanam, tukan jualan duren yang menanti musim
durian.
4. Pengangguran Siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas
naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah
daripada penawaran kerja.
Pengangguran juga dapat dibedakan atas pengangguran sukarela (voluntary
unemployment) dan dukalara (involuntary unemployment). Pengangguran suka
rela adalah pengangguran yang menganggur untuk sementara waktu karna
ingin mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Sedangkan pengangguran
duka lara adalah pengengguran yang menganggur karena sudah berusaha
mencari pekerjaan namun belum berhasil mendapatkan kerja.
BAB III
PEMBAHASAN
A. MASALAH PENGANGURAN SECARA UMUM
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi
yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan
setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan
kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang
tinggi merupakan pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada,
menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat
mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat
menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan
pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan
masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan
keresahan sosial dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan dalam
jangka panjang.
Pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas
sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta
mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu membangun
keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan
yang tetap dan layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan
dan pendidikan anggota keluarganya.
Dalam pembangunan Nasional, kebijakan ekonomi makro yang bertumpu pada
sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter harus mengarah pada penciptaan
dan perluasan kesempatan kerja. Untuk menumbuh kembangkan usaha mikro
dan usaha kecil yang mandiri perlu keberpihakan kebijakan termasuk
akses, pendamping, pendanaan usaha kecil dan tingkat suku bunga kecil
yang mendukung.
Kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota harus merupakan satu kesatuan yang saling
mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja.
Permagangan mungkin salah satu alternatif solusi praktis dan tepat. Hal
ini didasarkan bahwa dunia usaha terkesan tertutup terhadap mahasiswa
yang datang untuk melakukan kegiatan penelitian (riset) sehingga
menguatkan adanya kesenjangan tersebut. Tapi ini juga belum ditangani
secara serius dan terpadu.
Salah satu bentuk pengangguran yang populer dewasa ini adalah
pengangguran terdidik. Kekurangselarasan antara perencanaan pembangunan
pendidikan dengan perkembangan lapangan kerja merupakan penyebab utama
terjadinya jenis pengangguran ini. Pengangguran terdidik secara
potensial dapat menyebabkan
(1) timbulnya masalah-masalah sosial dengan tingkat rawan yang lebih tinggi.
(2) menciptakan pemborosan sumber daya pendidikan.
(3) menurunkan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan.
Apresiasi ini sebenarnya harus menjadi "Conditio sine Quanon" untuk
pembangunan SDM. Sulit dibayangkan SDM berkualitas akan tercapai bila
tidak disertai oleh meningkatnya angka partisipasi kasar (APK)
pendidikan. Dan akan sangat muskil APK meningkat, bila tidak disertai
oleh apresiasi masyarakat yang tinggi terhadap pendidikan.
Tabel 1
Perkembangan APK Perguruan Tinggi
PERIODE
TAHUN
MAHASISWA
PENDUDUK
19 - 24 Age
APK (%)
Seb.Repelita
Repelita I
Repelita II
Repelita III
Repelita IV
Repelita V
1968
1973
1978
1983
1988
1992
156.500
231.000
342.166
823.925
1.356.756
1.795.500
9.705.000
11.962.000
14.747.000
15.667.600
19.464.700
21.288.100
1.61
1.93
2.32
5.26
6.97
8.43
Sumber : Pusat Informatika, Balitbang Dikbud
Menurunnya apresiasi masyarakat terhadap pendidikan itu di , ditandai oleh:
(a) berkurangnya jumlah siswa (di samping akibat keberhasilan KB),
(b) meningkatnya jumlah tenaga kerja (TK) unskill and uneducated dalam sektor sekunder,
(c) rendahnya angka melanjutnya pendidikan (di Jawa Barat hanya 57% lulusan SD meneruskan ke SMP),
(d) meningkatnya jumlah pengguna jasa pendidikan luar negeri.
Tabel 2
Analisis Keseimbangan antara Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Kerja menurut Tingkat Pendidikan Sampai Pelita VI
NO
TINGKAT PENDIDIKAN
KEBUTUHAN (000)
%
PERSEDIAAN (000)
%
KESEIMBANGAN(000)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tidak sekolah
Tid. tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SLKTP
Tamat SMU
Tamat SMK
Tamat PT (S0)
Tamat PT (S1)
-3.900.1
954.7
8.429.5
2.164.1
382.7
1.411.9
1.551.0
343.7
173.2
-33.9
8.3
73.2
18.8
3.3
12.3
13.5
3.0
1.5
0.0
1.817.2
2.530.2
2.104.0
153.4
2.191.0
2.041.8
393.3
630.6
0.0
15.3
21.3
17.7
1.3
18.5
17.2
3.3
5.3
*)
862.5
-5.899.3
-60.1
-229.3
779.1
490.8
49.6
457.4
Jumlah
11.510.7
100
11.861.5
100
350.8
Sumber: Bappenas, Depdikbud, Depnaker, dan BPS, 1993
B. DATA PENGANGGURAN KHUSUS DI KOTA JAKARTA
Meski menyandang predikat sebagai kota besar ternyata Jakarta masih
menyimpan masalah serius. Selain masalah kemacetan lalu lintas,
tingginya jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) Jakarta
juga dihadapkan pada masalah tingginya angka pengangguran. Buktinya,
jumlah pengangguran di kota Jakarta selalu meningkat setiap tahun.
Hingga Agustus 2008 ini, pengangguran di Jakarta berjumlah 543 ribu
orang atau bertambah 998 orang dibanding tahun sebelumnya yang berjumlah
542.002 orang. Penganggur itu rata-rata berusia 19 hingga 23 tahun.
Peningkatan jumlah pengangguran ini salah satunya disebabkan oleh
derasnya laju urbanisasi dari daerah kota-kota besar. Selain juga
diakibatkan banyaknya lulusan SMA yang tidak mampu melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi. Kondisi ini tak pelak membuat Dinas
Tenaga kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) kota Jakarta bekerja
ekstra keras. Kepala Disnakertrans mengatakan peningkatan jumlah
pengangguran ini bukan hanya masalah Pemprov saja, melainkan juga
menjadi masalah provinsi-provinsi lain di Indonesia. Bahkan sudah
menjadi masalah nasional yang juga turut dipikirkan oleh pemerintah
pusat. Sebab, tingginya jumlah pengangguran dikota Jakarta disebabkan
oleh tak terbendungnya laju urbanisasi dari berbagai daerah ke kota-kota
besar seperti Jakarta.
Saat ini Disnakertrans sedang memilah-milah dari jumlah 543 ribu
pengangguran ini, mana yang memang asli usia produktif yang menganggur
asal kota Bekasi dan mana yang berasal dari luar kota. Pemilahan ini
berguna untuk mencari pemecahan masalah yang tepat. Disnakertrans juga
berupaya menurunkan jumlah pengangguran hingga 20 persen di tahun 2009.
Langkah-langkah produktif untuk melaksanakan reorentasi lembaga
pendidikan, reorentasi itu menyangkut recana mengurangi pengangguran
yang ada, (1) reorentasi pendekatan, (2) reorentasi program, dan (3)
reorentasi kelembagaan.
1. Reorentasi pendekatan, khususnya dalam memodifikasi pendekatan dari
kuantitatif menjadi kuantitatif-kualitatif. Dalam arti pendekatan
pemerataan harus diimbangi secara proporsional dengan perhatian terhadap
mutu proses dan hasil pendidikan. Dengan demikian, secara bertahap mutu
lulusan dapat lebih diterima dunia kerja dan secara absolut mampu
mengimbangi laju dinamika dunia kerja. Konsekwensi dari pada itu,
pendidikan harus dilihat sebagai upaya rasional. Dalam arti lain
pendidikan harus dilihat sebagai proses investasi bukan lagi proses
konsumtif. Sehingga pesan-pesan dan kepentingan yang berada di luar
kepentingan pendidikan harus mulai dihapus. Dan campur tangan, dari
pihak manapun, yang kurang proporsional dengan upaya peningkatan
kualitas program pendidikan sebaiknya dihindari.
2. Reorentasi program, memberdayakan program "link and match" melalui
"cooperative education" dan "dual system" dalam kurikulum. Untuk itu
perlu peningkatan kemampuan dalam pembobotan kurikulum, mutu tenaga
pengajar, dan kepedulian dunia kerja.
Lembaga pendidikan merupakan sub sistem dari sistem sosial pembangunan,
oleh itu keberadaan dan eksistensinya tidak lepas dari sub sistem
lainnya. Dengan demikian sharing ide maupun aktivitas lainnya yang
bernuansa sinergi dengan komponen lain hendaknya harus merupakan bagian
tak terpisahkan dari program perbaikan sinambung (countinues
improvement) program pembelajaran. Pengabaian dari fakta tersebut hanya
menciptakan "menara gading" yang tidak memiliki manfaat yang berarti
bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat secara umum, khususnya bagi
penciptaan kesiapan lulusan untuk berkiprah dalam dunia kerja.
Reorentasi kelembagaan, perlu mengkaji ulang keberadaan lembaga
pendidikan yang memiliki tingkat kejenuhan untuk lulusannya di lapangan
kerja. Konversi IKIP ke dalam Universitas merupakan langkah kongkrit
yang perlu terus dilaksanakan secara konsisten, konversi itu
berimplikasi pada menurunnya jumlah penawaran tenaga pengajar yang
secara langsung akan menyebabkan meningkatnya penghargaan dan harkat
hidup tenaga pendidik. Kebijaksanaan konversi ini pun dapat dilakukan
untuk lembaga pendidikan lainnya terutama pada bidang keilmuan yang
sudah jenuh.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena
jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari
kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja.
Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para
pencari kerjaSetiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang banyak
bagi kemanusiaan artinya produktif dan remuneratif sesuai Pasal 27 Ayat
2 UUD 1945 dengan partisipasi semua masyarakat Indonesia. Lebih tegas
lagi jadikan penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional.
Untuk itu diperlukan dua kebijakan, yaitu kebijakan makro dan mikro
(khusus). Kebijakan makro (umum) yang berkaitan erat dengan
pengangguran, antara lain kebijakan makro ekonomi seperti moneter berupa
uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang
melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal (Departemen Keuangan)
dan lainnya.
Dalam keputusan rapat-rapat kebinet, hal-hal itu harus jelas
keputusannya dengan fokus pada penanggulangan pengangguran. Jadi setiap
lembaga pemerintah yang terkait dengan pengangguran harus ada komitmen
dalam keputusannya dan pelaksanaannya. Selain itu, ada juga kebijakan
mikro (khusus). Kebijakan itu dapat dijabarkan dalam beberapa poin.
Pertama, pengembangan mindset dan wawasan penganggur, berangkat dari
kesadaran bahwa setiap manusia sesungguhnya memilki potensi dalam
dirinya namun sering tidak menyadari dan mengembangkan secara optimal.
Kedua, segera melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang
tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas
transportasi dan komunikasi.
Ketiga, segera membangun lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur.
Keempat, segera menyederhanakan perizinan karena dewasa ini terlalu
banyak jenis perizinan yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal
Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi
masyarakat secara perorangan maupun berkelompok.
Kelima, mengaitkan secara erat (sinergi) masalah pengangguran dengan
masalah di wilayah perkotaan lainnya, seperti sampah, pengendalian
banjir, dan lingkungan yang tidak sehat.
Keenam, mengembangkan suatu lembaga antarkerja secara profesional.
Ketujuh, menyeleksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri.
Kedelapan, segera harus disempurnakan kurikulum dan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas).
Kesembilan, upayakan untuk mencegah perselisihan hubungan industrial (PHI) dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kesepuluh, segera mengembangkan potensi kelautan kita. Diharapkan ke
depan kebijakan ketenagakerjaan dapat diubah (reorientasi) kembali agar
dapat berfungsi secara optimal untuk memerangi pengangguran.
B.Kritik dan saran
Demikianlah makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita bersama.
Ibarat ”tak ada gading yang tak retak”, tentunya makalah ini jauh dari
kesempurnaan maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan untuk perbaikan makalah selanjutnya. Terimakasih.
C. Penutup
Penerapan konsep manajemen mutu dalam penyelenggaraan pendidikan memuat
kandungan tentang sistem kerja yang terintegrasi antara dunia pendidikan
tinggi dengan pengguna. Keluaran perguruan tinggi seyogyanya memiliki
nilai relevansi dan koherensi yang tinggi dengan dunia kerja, sehingga
kesan "pemborosan" pada pendidikan tinggi di Indonesia dapat ditepis,
dan secara makro pengguran terdidik dapat ditekan. Kondisi itu dapat
terwujud lebih cepat, bila pembenahan manajemen internal didukung oleh
komitmen pemerintah yang kuat khususnya dalam penyediaan anggaran yang
memadai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar